Yogyakarta – Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga tentu sudah tak asing lagi dengan sosok Dr. Stephane LaCroix (47). Akademisi asal Prancis ini telah beberapa kali hadir sebagai narasumber dalam workshop maupun pengajar tamu di lingkungan Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga.
Dr. LaCroix merupakan Associate Professor di bidang Sosiologi Politik di Sciences Po, Paris, sejak tahun 2009. Ia dikenal luas melalui karya-karyanya tentang Islam politik, khususnya kajiannya mengenai Salafisme di Arab Saudi, yang berakar dari disertasi doktoralnya sekitar dua dekade lalu.
Karya ilmiahnya itulah yang menjadi pintu awal pertemuan intelektualnya dengan Prof. Noorhaidi Hasan, yang kini menjabat sebagai Rektor UIN Sunan Kalijaga. Sejak masa studi doktoralnya, Dr. LaCroix dan Prof. Noorhaidi telah menjalin hubungan kolaboratif melalui berbagai konferensi internasional.
Program Sabatikal di Indonesia
Tahun 2024 menjadi momen penting bagi Dr. LaCroix yang memilih Indonesia sebagai lokasi program sabatikalnya. Ia tiba pada Oktober 2024 dan menjalani satu tahun masa riset sebagai profesor tamu di UIN Sunan Kalijaga.
“Selama satu tahun ini saya masih berstatus di universitas saya di Paris, tetapi dibebaskan dari tugas mengajar untuk fokus pada riset,” ujar Dr. LaCroix usai menjadi penguji dalam sidang promosi doktor Muhammad Mufti Al Achsan, Jumat (18/7/2025).
Baginya, Indonesia sebagai negara Muslim terbesar di luar Timur Tengah, merupakan lokasi penelitian yang sangat menarik.
Selama ini, kajian Islam kontemporer terlalu terpusat pada dunia Arab. Karena itu, pendekatan lintas wilayah seperti Indonesia sangat penting untuk memahami dinamika Islam global secara lebih komprehensif.
Mendorong Kualitas Disertasi Bertaraf Internasional
Selama berada di Yogyakarta, Dr. LaCroix aktif berdiskusi dan berinteraksi dengan mahasiswa program doktor. Ia menyoroti pentingnya kualitas disertasi yang tidak hanya deskriptif, tetapi juga memiliki kontribusi teoritis dan relevansi global.
Salah satu contoh yang ia puji adalah disertasi milik Mufti Al Achsan, yang menurutnya berhasil menggabungkan riset lapangan yang mendalam dengan kerangka teoritis yang kuat.
“Disertasi ini tak hanya kaya secara empiris, tapi juga berkontribusi dalam perdebatan akademik internasional. Ini menunjukkan bagaimana studi kasus Indonesia bisa masuk ke ranah diskursus global,” ungkapnya.
Tantangan: Bahasa dan Kepercayaan Diri
Dr. LaCroix menilai, tantangan utama mahasiswa pascasarjana di Indonesia terletak pada penguasaan literatur berbahasa Inggris dan kepercayaan diri dalam menulis karya akademik yang relevan secara internasional.
“Literatur akademik utama hampir seluruhnya ditulis dalam bahasa Inggris. Jika ingin terlibat dalam diskusi global, mahasiswa harus menguasai bahasa tersebut dan memahami konteks teori yang lebih luas,” tegasnya.
Ia juga menekankan bahwa pengumpulan data saja tidak cukup. Mahasiswa harus mampu menyusun analisis yang kritis dan memberikan sumbangan pemikiran dalam dialog keilmuan internasional.
Pesan untuk Mahasiswa Pascasarjana
Sebagai penutup, Dr. LaCroix menyampaikan pesan bagi para mahasiswa yang ingin menghasilkan disertasi dengan kualitas internasional:
“Pilihlah topik yang dekat, dalami konteksnya, kuatkan riset lapangan, pahami literatur penting, dan gunakan teori untuk mengangkat temuan ke tingkat yang lebih tinggi. Kepercayaan diri juga penting – bahwa riset tentang Indonesia layak berkontribusi dalam perdebatan akademik global.”
Kehadiran Dr. LaCroix tidak hanya memperkuat jejaring akademik internasional UIN Sunan Kalijaga, tetapi juga menjadi inspirasi bagi mahasiswa untuk menyajikan karya ilmiah yang mampu berbicara dalam forum global.