Diskusi Teori Maqasidi Sebagai Basis Moderasi Beragama dan Penutupan Ngaji Turats Islam dan Pemikiran Kontemporer
Rabu, 20 April 2022 Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Bersama KMP dan CITMS menyelenggarakan sesi ke 4 serial acara Ngaji Turats Islam dan Pemikiran Kontemporer sekaligus menjadi penutup dalam serial tersebut. Seperti beberapa seri sebelumnya acara ini dilaksanakan di aula lt. 1 gedung Pascasarjana UIN Suka. Yang berbeda dari seri sebelumnya ,pada seri kali ini diadakan pada pukul 16.00 hingga 18.00 kemudian dilanjut dengan buka Bersama.
Acara dibuka dengan sambutan yang disampaikan oleh Rahmadita sebagai perwakilan KMP. Ia berharap KMP dapat memberikan ruang yang lebih untuk mencari ilmu. Sambutan kedua disampaikan oleh pembina KMP Dr. Subi Nur Isnaini, M.A. Dalam sambutanya ia memberikan arahan kepada para pengurus KMP agar dapat menerima masukan yang membangun demi kemajuan KMP. Acara berlanjut dengan sambutan ketiga yang disampaikan oleh Zulkipli Lessy, S.Ag., S.Pd., M.Ag., M.S.W. sebagai perwakilan dari CITMS. Dalam sambutanya ia menegasakan bahwa CITMS mendorong agar mahasiwa dapat berhimpun dan berinisiasi untuk melaksanakan program-program inovatif dan bermanfaat dengan berkoordinasi dengan Pascasarjana UIn Suka.
Setelah beberapa sambutan acara berlanjut dengan diskusi Ngaji Turats Islam dan Pemikiran Kontemporer dengan tema “Teori Maqasidi Sebagai Basis Moderasi Beragama” yang disampaikan olah direktur Pascasarjana UIN Suka Prof. Dr. Abdul Mustaqim M.Ag dan dipandu oleh mahasiswa pascasarjana UIN Suka Ainu Syifa.
Ainu Syifa membuka diskusi dengan memaparkan fenomena dewasa ini yakni adanya dinamika penafsiran teks yang terbagi menjadi dua yakni literalis-skriptualis dan liberal atau abai dengan teks. Lantas bagaima menengahi kedua kubu tersebut? Ujarnya untuk memantik rasa penasaran peserta diskusi. Kemudian ia melanjutkan bahwa tafsir maqasidi menjadi penengah antara dua kubu tersebut.
Seperti apa Tafsir maqasidi itu?
Prof. Mustaqim menegaskan teori maqasid awalnya merupakan diskursus usul fiqih yang didalamnya adamaqasid as-syariahyang berarti tujuan-tujuan yang ingin digapai oleh Syari’at Islam. Prof. Mustaqim mengutip dalam kitabal-Muwafaqat Fi Ushul As Syariahkarya Imam Syatibi bahwa prinsip di dalam syariah islam tidak ada perintah larangan atau kebolehan kecuali didalamnya mengandung tujuan dan tujuanya tersebut adalah maslahah. Sehingga yang menjadi fundamental structure teori maqasidi adalahtahqiqul maslahah wa darkul mafsadahyang berarti merealisasikan maslahah dan menolak kerusakan. Pada awalanya teori maqasid hanya digunakan menafsirkan ayat hukum yang hanya ada 500 ayat saja dalam Qur’an, lantas bagaimana dengan ayat ayat lain? Ujar Prof. Mustaqim. Dengan adanya kekosongan ini kemudian muculah teori tafsir maqasidi yang digagas oleh Prof. Mustaqim.
Prof Mustaqim menegaskan bahwa tafsir maqasidi aksentuasinya adalah bagaimana tafsir dalam Quran mampu mengungkap dimensi terdalam sehingga maqasidul Quran sekaligus maqasid as-syari’ah dapat terartikulasikan dalam produk tafsir.
Bagaiman Konsepnya?
Dalam teorinya Prof. Mustaqim merumuskan menjadi tiga yakni yang pertamtafsirmaqasidi as philosophyyang artinya maqasid sebagai falsafah tafsir yang memiliki fungsi sebagai kritik produk tafsir yang tidak maqasidiyah. Yg kedua berfungsi sebagai spirit penafsiran agar tidak berhenti. Prof. Mustaqim mengutip dalam kitabal-Naba'u al-'AzimKarya Muhammad 'Abdullah Darraz bahwa Quran itu kitab abadi tapi interpretasi quran itu selalu kontekstual. Ia mencontohkan seperti ayat perbudakan, apakah Quran menyetujui perbudakan? Tentu tidak, ujarnya. Maqasid Qur’an bukan mengabadikan sistem perbudakan. Kedua,tafsir maqasidi as methodology, terdapat proses dan prosedur yang harus ditempuh dalam menafsirkan Qur’an agar tafsir tersebut sejalan dengna nilai-nilai maqasidul Qur’an. Yang ketiga,tafsirmaqasidi as product.Tiga etentitas tersebut saling mengkait satu dengan yang lainya.
Bagaimana Tafsir Maqasidi Dapat Menengahi Kedua Kubu Tersebut?
Prof. Mustaqim membagi 3 kelompok dalam menafsirkan Qu’an yaknial-Itijah al-harfiatau kecenderungan tekstualis-skriptualis yang cenderung mensakralkan teks sehingga lupa maqasid yang ada dalam teks. Prof. Mustaqim mengkritik kelompok tersebut bahwa orang yang jumud terhadap nukilan teks merupakan kesesatan dalam beragama. Yang kedua adalahal-itijah al-libraliyang mengaggap seolah teks itu tidak terlalu penting yang penting adalah untuk kepentingan manusia semata. Yang ketiga adalah penengah dari dua kubu diatas yaknial-itijah al-wasathi al-Libraliyaitu bahwa ayat ayat Qur’an jangan dipahami literalnya saja akantetapi dipahami secara maqasid yang ada didalamnya agar dapat berdialektika dengan perkembangan zaman.
Setelah penyampaian selesai acara berlanjut dengan sesi tanya jawab dari para peserta. Acara ditutup dengan do’a kemudian berlanjut dengan buka Bersama yang telah disediakan panitia.