Promosi Doktor Achmad Lutfi

Promovendus :

Achmad Lutfi

Judul Disertasi :

KESETARAAN GENDER DALAM TAFSIR AL-QUR’AN BERBAHASA SUNDA: Studi atas Pemikiran Moh. E. Hasim dalam Tafsir Ayat Suci Lenyepaneun

Promosi :

Kamis, 14 Oktober 2021,

Pukul: 10.00 WIB - Selesai

Zoom Cloud Meeting

Promotor :

Prof. Dr. H. Syihabuddin Qalyubi, Lc., M.Ag.

Dr. H. Waryono, M.Ag.

Penguji :

Dr. Jajang A. Rohmana, M.Ag.

Dr. Inayah Rohmaniyah, M.Hum., M.A.

Prof. Dr. H. Abdul Mustaqim, M.Ag.

Dr. H. Hamim Ilyas, M.A.

Abstraksi :

Tafsir terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang membicarakan perempuan seringkali melahirkan penafsiran yang diskriminatif berbasis gender. Moh. E. Hasim seorang mufasir Sunda yang memiliki kecenderungan tekstualis dalam penafsiran, ditambah dominasi pemikiran patriarkal pada masa hidupnya yang menempatkan perempuan dalam posisi yang tidak setara, ternyata memiliki cara pandang yang mendorong pada kesetaraan gender dalam penafsirannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan penafsiran Moh. E. Hasim dalam tafsir Ayat Suci Lenyepanenun terkait isu kesetaraan gender. Kajian ini mengungkapkan tiga problematika pokok terkait konteks produksi tafsir, wacana kesetaraan gender yang dibangun Moh. E. Hasim, dan realitas sosial patriarkal yang melingkupi kehidupannya ternyata menghasilkan tafsir yang mencerminkan kesetaraan gender. Studi yang dilakukan berupaya untuk menjawab ketiga pertanyaan tersebut berbasis pada uraian data kualitatif dengan sumber data primer tafsir Ayat Suci Lenyepaneun karya Moh. E. Hasim, khususnya penafsirannya yang terkait dengan isu kesetaraan gender yang meliputi: (a) penciptaan perempuan; (b) kepemimpinan dalam rumah tangga; (c) nusyu>z dan KDRT; (d) kesaksian perempuan; (e) hak mendapatkan harta warisan; (f) poligini, dan (g) kekerasan seksual. Peneliti menggunakan teori hermeneutika Hans-Georg Gadamer yang ditopang dengan teori analisis wacana dan kesetaraan gender dalam menganalisis penafsiran Moh. E. Hasim. Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa Pertama, Hasim menggunakan bahasa Sunda sebagai mediator dalam mengkomunikasikan pemikirannya. Masa hidupnya diwarnani pemikiran yang dominan patriarkhal menjadi konteks produksi tafsir Ayat Suci Lenyepaneun. Kedua, kecenderungan tekstualis masih ditemukan dalam penafsiran Hasim yang menyebabkan kesan bias gender. Cara kerja tafsir tekstual tersebut dilanjutkan Hasim dengan mempertimbangkan aspek konteks ayat dan realitas sosial yang melingkupinya yang menghasilkan penafsiran yang mendorong kesetaraan gender. Ketiga, penafsiran Hasim dipengaruhi oleh effective history yang menciptakan pra-pemahaman sehingga berdampak terhadap teks yang ditafsirkannya. Selanjutnya, terjadi fusion of horizon antara horison teks al-Qur’an yang memiliki visi ideal mengangkat martabat perempuan dengan horison Hasim yang di dalamnya terdapat kompromi antara realitas sosiologis yang patriarkhal dengan pertautan era kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang mendudukkan laki-laki dengan perempuan dalam posisi yang setara. Hasil pertemuan horison teks alQur’an dengan horison Hasim memproduksi makna yang lebih berarti yang menjadikan pemahaman terhadap sebuah teks tidak berhenti pada makna literal, namun harus dilanjutkan kepada pemahaman yang lebih bermakna untuk masa sekarang ketika teks ditafsirkan. Secara teoritis, temuan penelitian ini menguatkan pandangan bahwa aktivitas penafsiran merupakan hasil resepsi seseorang terhadap teks yang memiliki pertalian dengan penafsiran yang telah ada. Kontekstualisasi dilakukan dengan mempertemukan berbagai horison. Horison penafsir dengan ruang sosial budayanya bernegosiasi dengan horison teks yang ditafsirkan. Penafsir juga mempertimbangkan horison pembaca karya tafsirnya dalam menyampaikan ide gagasannya.

Kata Kunci: Al-Qur’an, Ayat Suci Lenyepaneun, hermeneutika, wacana kesetaraan gender.