Promosi Doktor M. Firdaus
.jpeg)
promosi doktor M. Firdaus
Promovendus :
M. Firdaus
Judul Disertasi :
RASIONALITAS KOMUNIKATIF Al-QURAN Rekonstruksi dengan Pragma-Linguistika
Promosi :
Senin, 25 Oktober 2021,
Pukul: 10.00 WIB - Selesai
Zoom Cloud Meeting
Promotor :
Prof. Dr. H. Mahyuni, Lc. M.A.
Dr. H. Madjoko Idris, M.Ag.
Penguji :
Dr. Munirul Ikhwan, Lc., M.A.
Ahmad Rafiq, M.Ag., M.A., Ph.D.
Dr. Khoiron Nahdiyin, M.A.
Dr. Yulia Nasrul Latifi, M.Hum.
Abstraksi :
Al-Qur’an dilihat dari berbagai segi dalam dirinya adalah komunikasi. Sebagai komunikasi, maka ia mengandaikan adanya subyek pembicara dengan audien tertentu. Dalam keyakinan umat Islam pada umumnya, pembicara Al-Qur’an adalah Allah, sedangkan audiennya adalah semua orang yang mengaksesnya. Problem dasar yang seringkali tidak disadari dalam interaksi secara akademis dengan Al-Qur’an adalah terjadinya pergeseran perspektif yang digunakan pembaca/penafsir dari perspektif orang kedua (second person perspective) menjadi perspektif orang ketiga (third person perspective).
Pergeseran perspektif ini nampaknya dipengaruhi oleh paradigma obyektif ilmu-ilmu alam (natural sciences) yang mengharuskan interaksi dengan obyek yang diobservasi harus sebagai pengamat murni (observer). Padahal, ketika subyek observasinya adalah entitas-entitas seperti manusia yang memiliki kesadaran, kehendak dan emosi perspektif sebagai orang ketiga atau sebagai observer murni justru menyebabkan banyak hal tidak bisa diungkap. Oleh sebab itulah, diperlukan kemampuan untuk masuk menjadi partisipan, atau lebih tepatnya sebagai pengamat sekaligus partisipan (observer-participant). Lalu bagaimana dengan Al-Qur’an, yang dalam banyak tempat menegaskan dirinya sedang berbicara dan sedang membangun interaksi komunikatif dengan pembaca atau pendengarnya?
Dalam setiap peristiwa komunikasi, prinsip yang harus dipegang oleh para partisipan adalah adalah prinsip kerjasama (cooperative principle), di mana para pihak yang terlibat dalam komunikasi harus sama-sama berada dalam kesadaran yang sama untuk masuk ke medan komunikasi, sebagai pihak pertama dan pihak kedua. Komunikasi tidak akan terbangun jika salah satu dari para pihak tidak memegang prinsip kerjasama dan merasanyaman menempatkan diri sebagai orang luar atau sebagai pengamat. Kalaupun sebagai pengamat yang menggunakan perspektif orang ketiga (third person perspektif) bisa menangkap makna atau maksud pembicara, akan tetapi sebagai pengamat dalam dirinya tidak ada tuntutan untuk memberikan respons yang relevan sesuai dengan apa yang dimaksudkan oleh pihak pertama.
Jika misalnya saya berkomunikasi kepada anak saya dan saya memang mengarahkan komunikasi saya kepadanya, dan berkata kepadanya yang didengar oleh tamu saya, “Ambilkan buku yang ada di atas meja itu”, maka jika ia menerapkan prinsip kerjasama sebagai pihak kedua, ia akan memberikan respons dalam bentuk tindakan langsung. Berbeda dengan tamu saya, yang saat itu menjadi pengamat (out sider), maka sekalipun ia bisa menangkap maksud saya, akan tetapi dalam dirinya tidak ada tuntutan untuk memberikan respons. Akan tetapi cukup dengan ia memahami secara kognitif maksud saya, “bahwa dia (saya) sedang meminta anaknya untuk mengambilkan buku”. Dua tipe respons ini yang berbeda ini terjadi karena perbedaan perspektif yang digunakan dalam peristiwa komunikasi. Singkatnya, tidak ada ruang bagi siapapun yang berinteraksi dengan Al-Qur’an selama ia menyadarinya sebagai komunikasi Pembicara yang sedang berbicara kepada dirinya untuk menggunakan perspektif orang ketiga.
Penelitian berangkat dari klaim bahwa Al-Qur’an adalah komunikasi, dan interaksi yang rasional dengan Al-Qur’an adalah dengan menggunakan perspektif sebagai partisipan dan sebaliknya adalah interaksi yang irrasional. Bagian pertama dan kedua dari penelitian ini adalah elaborasi lebih lanjut untuk memperkuat argumen tentang Al-Qur’an sebagai komunikasi, lalu pada bagian ketiga adalah studi tentang struktur discourse komunikatif Al-Qur’an, dan bagian keempat adalah rekonstruksi konsep dan prinsip-prinsip rasionalitas komunikatif Al-Qur’an.
Latar belakang yang mendasari penelitian ini adalah diskusi rutin lintas disipliner yang penulis ikuti sejak tahun 2011 bersama para kolega dari berbagai latar belakang keilmuan, di bawah asuhan Bapak Husni Mu’adz, Ph.D, tentang topik-topik flsafat pragmatik. Diskusi tersebut telah sangat jauh hingga ke level pengembangan menjadi model pembelajaran nilai yang telah dieksprimenkan di komunitas-komunitas dan juga sekolah-sekolah formal. Saya secara khusus mengembangkan pragmatik ini dalam studi Al-Qur’an dan pengembangan model pembumian nilai-nilai Al-Qur’an yang selama ini belum menemukan formulasi yang ideal.