Hari Kedua Diskusikan Rivalitas Aliran Keislaman di Media

Summer School kini memasuki hari kedua,Dr. Sunarwoto merupakan pembicara utama. Presentasinya bertajuk, “(Re)claiming Religious Authority: Digital Activism among Indonesian Muslim Traditionalist”: Mengklaim Ulang Otoritas Keagamaan: Aktivisme Digital antarmuslim Tradisionalis Indonesia. Seminar ini berlangsung jam 09.00 WIB, setengah jam lebih mundur dari hari sebelumnya. Seminar berlangsung di tempat yang sama, Gedung Prof. Sunarjo, Lt. 1.
Seminar ini mempersoalkan beberapa hal. Dunia digital telah mencipta adagium, “Aku klik, maka aku ada”. Tidak sekadar individu ikut tampil, aliran keagamaan turut ambil bagian. Sunarwoto mengerucutkan diskusi pada muslim tradisionalis. Dia mendefinisikan tradisionalis sebagai kelompok muslim yang mendasarkan keagamaannya pada madzhab. Salah satunya ialah NU (Nahdlatul Ulama), organisasi masyarakat (ormas) terbesar di Indonesia. NU ini kemudian dibenturkannya dengan Salafi, aliran yang selalu menyerukan kembali pada al-Qur’an tanpa perlu merujuk kepada madzhab mana pun.
Salafi kerap memviralkan TBC (Takhayul, Bid’ah dan Churafat) melalui dunia digital. Tokoh-tokohnya antara Syekh Yazid Jawaz, Dr. Firanda, Dr. Khalid Basalamah dan masih banyak lagi. Pada saat yang sama, NU sedikit demi sedikit menampilkan keislamannya. Salah satu tokohnya ialah Gus Baha’, K. Anwar Zahid, Gus Miftah dan beberapa tokoh lainnya.
Tema presentasi tersebut mendiskusikan rivalitas NU dan beberapa ormas lain yang senada dengan Salafi. Salafi di sini secara sederhana oleh Sunarwoto diidentikkan dengan Wahabi. Sunarwoto menunjukkan ba hwa secara popularitas, media yang berbasis NU masih di atas media yang berbasis Salafi-Wahabi. Selepas presentasi panjang lebar, seminar dipamungkasi oleh diskusi dengan penyaji. Acara kemudian berlanjut pada jeda untuk ngopi bersama.